PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA


PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

Oleh:
Devina Yusriya Hapsari

Fakultas Ekonomi, Jurusan Akuntansi
Universitas Gunadarma

PENDAHULUAN
            Salah satu tujuan masyarakat Indonesia yaitu meningkatkan harkat dan harga diri tenaga kerja serta mewujudkan masyrakat sejahtera, adil, dan makmur. Jika seseorang diterima sebagai karyawan pada suatu perusahaan, dengan sendirinya antara karyawan tersebut dan perusahaan tempatnya bekerja telah terjadi hubungan kerja. Dengan adanya hubungan kerja ini masing-masing pihak, yaitu karyawan dan perusahaan, telah saling terikat satu dan yang lain. Dengan adanya hubungan kerja yang menimbulkan keterikatan satu dengan yang lain, masing-masing pihak  mempunyai hak dan kewajiban terhadap  yang lain.   Bila setelah adanya hubungan kerja ini terjadi pemutusan hubungan kerja, hak dan kewajiban masing- masing pihak harus dipenuhi sesuai dengan aturan permainan yang telah disetujui bersama. Masalah pemutusan hubungan kerja merupakan hal yang sensitive dalam dunia ketenagakerjaan dan perlu perhatian serius dari semua pihak.Pemutusan hubungan kerja dikarenakan bisa kondisi perekonomian perusahaan, kurangnya kompeten tenaga kerja itu sendiri, dan faktor-faktor lain berdampak pada pemutusan hubungan kerja yang dilakukan secara sepihak oleh perusahaan.Berdasar hal-hal yang dikemukakan diatas, penulis tertarik untuk mengkaji dalam sebuah artikel mengenai “PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA”.

PENELITIAN TERDAHULU
Nama Peneliti
Judul Penelitian
Kesimpulan
Erni Dwita Silambi
Pemutusan Hubungan Kerja Ditinjau Dari Segi Hukum ( Studi Kasus Pt.Medco Lestari Papua)
Pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan secara mufakat dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh (bipartite) apabila gagal maka dapat dilanjutkan dengan cara Tripartite dengan cara salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan seperti Dinas Tenaga Kerja (Disnaker), kemudian akan ditawarkan penyelesaian secara konsiliasi atau arbitrase tapi apabila dalam 7 hari kerja tidak ada keputusan maka akan dilimpahkan pada mediator. Apabila upaya ini gagal maka diselesaikan pada Pengadilan Hubungan Industrial.

NIKODEMUS MARINGAN (2015)
TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) SECARA SEPIHAK OLEH PERUSAHAAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN
Pelaksanaan pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh perusahaan harus sesuai dengan undang- undang no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang mennyatakan bahwa pemutusan hubungan kerja dilakukan dalam beberapa proses yaitu mengadakan musyawarah antara karyawan dengan perusahaan, bila menemui jalan buntu maka jalan terakhir adalah melalui pengadilan untuk memutuskan perkara.
Mawey Z. Alfa, Sri Murni, dan Ferdy Roring (2016)
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA KARYAWAN PADA PT. PLN (PERSERO) RAYON MANADO UTARA
Uji hipotesis khususnya model penelitian ditemukan bahwa model penelitian yang terdiri dari: faktor pribadi, budaya perusahaan, dan kepuasan kerja secara serentak memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Model ini berlaku pada karyawan di PT. PLN (Persero) Rayon Manado Utara.
Budi Santoso (2013)
Justifikasi Efisiensi Sebagai Alasan Pemutusan Hubungan Kerja
Merunjuk pada UU No. 13 Tahun 2003 yang tidak mengandung larangan pemutusan hubungan kerja atas alasan efisiensi, pemutusan-oemutusan hakim yang membenarkan pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja atas alasan efisiensi.
Sudibyo Aji Narendra Buwana dan
Mario Septian Adi Putra (2015)
IMPLEMENTASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)
TERHADAP PEKERJA STATUS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) PADA PT X DI KOTA MALANG
Perjanjian lisan memang tidak dilarang, sesuai dengan ketentuan pasal 57 ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bahkan Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang dibuat tidak tertulis bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dinyatakan sebagai perjanjian kerja untuk waktu
tidak tertentu. Perjanjian lisan sah adanya, akan tetapi memiliki beberapa kelemahan atau kekurangan yang dapat merugikan pekerja.
Muchamad Taufiq,M.H. & Zainul Hidayat (2011)
Prosedur Pemutusan hubungan kerja
Prosedur Pemutusan hubungan kerja pada perusahaan sebagaimana
ditetapkan dalam peraturan perundangundangan
mensyaratkan bahwa :
pengusaha melakukan pemutusan
hubungan kerja dengan tenaga kerja
setelah mendapat izin dari Panitia
Penyelesaian Perselisihan Perburuhan
Daerah (PED) sementara disisi lain
wajib memperhatikan unsur PHK yang
dilarang.
Sri Zulhartati (2010)
Pengaruh Pemutusan Hubungan Kerja Terhadap Karyawan Perusahaan
Pemberhentian atau pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran  hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hal dan kewajiban antara pekerja dan perusahaan.

PEMBAHASAN

Pengertian Hubungan Kerja
            Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.
Dari defenisi tersebut dapat dipahami bahwa hubungan kerja dapat terjadi akibat adanya perjanjian kerja baik perjanjian itu dibuat secara tertulis maupun secara lisan. Menurut pasal 1 point 14 UU Ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Sahnya perjanjian harus memenuhi syarat yang diatur secara khusus dalam UU Ketenagakerjaan, pada Pasal 52 ayat (1) UUK menyebutkan 4 dasar perjanjian kerja, yaitu:
1.      Kesepakatan kedua belah pihak;
2.      Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
3.      Adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
4.      Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Syarat 1 dan 2 disebut sebagai syarat subjektif yang apabila tidak dipenuhi maka perjanjian yang telah dibuat dapat dimintakan pembatalannya kepada pihak yang berwenang. Sedangkan syarat 3 dan 4 apabila tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut tersebut batal demi hukum, tidak sah sama sekali.

Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
            Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.
            Berdasarkan ketentuan UU Ketengakerjaan tersebut, maka dapat dipahami bahwa PHK merupakan opsi terakhir dalam penyelamatan sebuah perusahaan. UU Ketenagakerjaan sendiri mengatur bahwa perusahaan tidak boleh seenakanya saja memPHK karyawannya, terkecuali karyawan/pekerja yang bersangkutan telah terbukti melakukan pelanggaran berat dan dinyatakan oleh pengadilan bahwa sipekerja dimaksud telah melakukan kesalahan berat yang mana putusan pengadilan dimaksud telah memiliki kekuatan hukum yang tetap.
            Pemutusan hubungan kerja yang terjadi karena adanya perselisihan, keadaan ini akan membawa dampak terhadap kedua belah pihak, terlebih bagi pekerja yang dipandang dari sudut ekonomis mempunyai kedudukan yang lemah jika dibandingkan dengan pihak pengusaha. Karena pemutusan hubungan kerja bagi pihak buruh akan memberi pengaruh psikologis, ekonomis, dan finansial sebab:
1.      Dengan adanya pemutusan hubungan kerja, buruh telah kehilangan mata pencaharian.
2.      Untuk mencari pekerjaan yang baru sebagai penggantinya, harus banyak mengeluarkan biaya.
3.      Kehilangan biaya hidup untuk diri dan keluarganya sebelum mendapat pekerjaan yang baru sebagai penggantinya.

Faktor Yang Mempengaruhi Pemutusan Hubungan Kerja
            Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja cukup kompleks dan saling berkait satu sama lain. Menurut Maier (2000:116), faktor-faktor yang mempengaruhi Pemutusan Hubungan Kerja yaitu:
1.      Faktor Pribadi
a.       Usia, pekerja muda mempunyai tingkat turnover yang lebih tinggi daripada pekerja-pekerja yang lebih tua. Semakin tinggi usia seseorang, semakin rendah intensi untuk melakukan turnover. Karyawan yang lebih muda lebih tinggi kemungkinan untuk keluar. Hal ini mungkin disebabkan pekerja yang lebih tua enggan berpindah-pindah tempat kerja karena berbagai alasan seperti tanggung jawab keluarga, mobilitas yang menurun, tidak mau repot pindah kerja dan memulai pekerjaan di tempat kerja baru, atau karena energi yang sudah berkurang, dan lebih lagi karena senioritas yang belum tentu diperoleh di tempat kerja yang baru walaupun gaji dan fasilitasnya lebih besar.
b.      Lama Kerja, Pemutusan Hubungan Kerja lebih banyak terjadi pada karyawan dengan masa kerja lebih singkat. Interaksi dengan usia, kurangnya sosialisasi awal merupakan keadaan-keadaan yang memungkinkan terjadinya turnover tersebut. Karyawan sering pula menemukan harapan-harapan mereka terhadap pekerjaan atau perusahaan itu berbeda dengan kenyataan yang didapat. Disamping itu, umumnya pekerja-pekerja baru itu masih muda usianya, masih punya keberanian untuk berusaha mencari perusahaan dan pekerjaan yang sesuai dengan yang diharapkan.
c.       Keikatan terhadap perusahaan. Pekerja yang mempunyai rasa keikatan yang kuat terhadap perusahaan tempat ia bekerja berarti mempunyai dan membentuk perasaan memiliki (sense of belonging), rasa aman, efikasi, tujuan dan arti hidup, serta gambaran diri yang positif. Akibat secara langsung adalah menurunnya dorongan diri untuk berpindah pekerjaan dan perusahaan.
2.      Kepuasan kerja. Ketidakpuasan yang menjadi penyebab turnover memiliki banyak aspek, diantara aspek-aspek itu adalah ketidakpuasan terhadap manajemen perusahaan, kondisi kerja, mutu pengawasan, penghargaan, gaji, promosi dan hubungan interpersonal. Kepuasan terhadap kerja, dengan kepuasan kerja yang diperoleh, diharapkan kinerja karyawan yang tinggi dapat dicapai para karyawan. Tanpa adanya kepuasan kerja, karyawan akan bekerja tidak seperti apa yang diharapkan oleh perusahaan.
3.      Budaya perusahaan merupakan suatu kekuatan tak terlihat yang mempengaruhi pemikiran, perasaan, pembicaraan maupun tindakan manusia yang bekerja di dalam perusahaan. Budaya perusahaan mempengaruhi persepsi mereka, menentukan dan mengharapkan bagaimana cara individu bekerja sehari-hari dan dapat membuat individu tersebut merasa senang dalam menjalankan tugasnya.

Jenis-jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Dalam literature hukum ketenagakerjaan, dikenal adanya beberapa jenis pemutusan hubungan kerja (PHK), yaitu:
1.      PHK oleh majikan/pengusaha.
Pemutusan hubungan keja oleh majikan atau pengusaha adalah yang paling sering terjadi,baik karena kesalahan-kesalahan pihak buruh maupun karena kondisi perusahaan. pemutusan hubungan kerja oleh majikan ini paling sering membawa dampak negatif khususnya terhadap buruh dan keluarganya dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Sehubungan dengan akibat yang ditimbulkan pemutusan hubungan kerja ini, maka dalam era pembangunan nasional yang menghendaki tercapainya masyarakat yang adil dan makmur secara merata baik materil maupun spiritual seharusnya pemutusan hubungan kerja ini tidak perlu terjadi.
2.      PHK oleh pekerja/buruh
Pihak buruh dapat saja memutuskan hubungan kerjanya dengan persetujuan pihak majikan pada setiap saat yang dikendakinya, bahkan buruh juga berhak memutuskan hubungan kerja secara sepihak tanpa persetujuan majikan.
3.      PHK demi hukum
Pemutusan hubungan kerja demi hukum adalah pemutusan hubungan kerja yang terjadi dengan sendirinya sehubungan dengan berakhirnya jangka waktu perjanjian yang dibuat oleh majikan dan buruh.
4.      PHK oleh pengadilan (PPHI)
Masing-masing pihak dalam perjanjian kerja dapat meminta pengadilan negeri agar hubungan kerja diputus berdasarkan alasan penting. PHK oleh Pengadilan bisa terjadi dengan alasan/sebab:
a.         PHK karena perusahaan pailit (berdasarkan putusan Pengadilan Niaga) (Pasal 165);
b.         PHK terhadap anak yang tidak memenuhi syarat untuk bekerja yang digugat melalui lembaga PPHI (Pasal 68)
c.         PHK karena berakhirnya PK (154 huruf b kalimat kedua)

Alasan Pemberhentian Karyawan Pada Perusahaan
Ada beberapa alasan yang menyebabkan seseorang berhenti atau putus hubungan kerjanya dengan perusahaan, ada yang bersifat karena peraturan perundang-undangan, tapi ada juga karena keinginan pengusaha, agar tidak terjadi hal semena-mena yang dilakukan pengusaha, maka pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan yang berkaitan dengan pemberhentian karyawan. Menurut Drs. Manullang, ada tiga penyebab yang mengakibatkan tirnbuInya pemberhentian personal dari hubungan kerja, yakni karena: keinginan perusahaan, keinginan karyawan, dan sebab-sebab lain.

Proses Pemberhentian Karyawan Perusahaan
Dalam  pemberhentian karyawan, apakah yang sifatnya kehendak perusahaan, kehendak karyawan maupun karena undang- undang harus betul-betul didasarkan kepada peraturan, jangan sampai pemberhentian karyawan tersebut menimbulkan suatu konflik atau yang mengarah kepada kerugian kepada kedua belah pihak, baik perusahaan maupun karyawan. Adapun beberapa cara yang dilakukan dalam proses pemberhentian karyawan:
1.      Bila kehendak perusahaan dengan berbagai   alasan untuk memberhentikan dari pekerjaannya perlu ditempuh terlebih dahulu:
a.   Adakan musyawarah antara karyawan dengan perusahaan,
b.   Bila musyawarah menemui jalan buntu maka jalan terakhir adalah melalui pengadilan atau instansi yang berwenang memutuskan perkara,
2.      Bagi karyawan yang melakukan pelanggaran berat dapat langsung diserahkan kepada pihak kepolisian untuk diproses lebih lanjut tanpa meminta ijin lebih dahulu kepada Dinas terkait tau berwenang,
3.      Bagi karyawan yang akan pensiun, dapat diajukan sesuai dengan peraturan. Demikian pula terhadap karyawan yang akan mengundurkan diri atau atas kehendak karyawan diatur atas sesuai dengan paraturan perusahaan dan peraturan perundang-undangan.

Penyelesaian Permasalahan Pemutusan Hubungan Kerja
            Penyelesaian perselisihan dengan mediasi merupakan bentuk penyelesaian yang lebih kuat karena mediator diperbolehkan menawarkan usulan penyelesaian kepada pihak-pihak yang berselisih. Kelemahan masalah mediasi seringkali terjadi praktik penundaan karena sering terjadi ketidakhadiran para pihak yang berselisih baik pihak pengusaha maupun pihak pekerja atau buruh, dan kesulitan dalam pelaksanaan hasil penyelesaian. Perselisihan hubungan industrial yang dapat diselesaikan melalui mediasi adalah:
1.    Perselisihan Hak
2.    Perselisihan Kepentingan
3.    Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
4.    Perselisihan antara Serikat Pekerja atau Serikat Buruh

KESIMPULAN
            Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha.
Pemutusan hubungan kerja yang bisa terjadi karena faktor pribadi, kepuasan kerja, dan budaya serta keadaan ekonomi suatu perusahaan yang berdampak pada pemutusan hubungan kerja. Dalam hukum ketenagakerjaan ada beberapa jenis pemutusan hubungan kerja, yaitu:
PHK oleh pengusaha, PHK oleh pekerja, PHK demi hukum, dan PHK oleh pengadilan.

DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Dwita, Erni. Pemutusan Hubungan Kerja Ditinjau Dari Segi Hukum ( Studi Kasus PT.Medco       Lestari Papua). Jurnal; Universitas Musamus .Merauke
Maringan Nikodemus . 2015. Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Pemutusan Hubungan Kerja   (Phk) Secara Sepihak Oleh Perusahaan Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003   Tentang Ketenagakerja. Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion Edisi 3 Vol 3.
Mawey Z, Sri M Dan Ferdy R. 2016. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemutusan        Hubungan Kerja Karyawan Pada PT. PLN (Persero) Rayon Manado Utara. Jurnal     Emba 261 Vol.4 No.1 Maret 2016, Hal. 261-271.
Santoso, Budi. 2013. Justifikasi Efisiensi Sebagai Alasan Pemutusan Hubungan Kerja.      Mimbar Hukum Volume 25,Nomor 3,Oktober 2013, Halaman 403-415
Sudibyo Aji N. B dan Mario Septian A. P. 2015. Implementasi Pemutusan Hubungan Kerja          (PHK) Terhadap Pekerja Status Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Pada PT X           Di Kota Malang. Jurnal Studi Manajemen, Vol.9, No 2. Universitas Ma Chung.      Malang.
Taufik, Muhammad dan Hidayat, Z. 2011. Kajian Hukum Terhadap Perselisihan Pemutusan         Hubungan Kerja             Secara Sepihak Pada Perusahaan. Jurnal WIGA. Vol. 2 No.2           September 2011
Zulhartati,Sri. 2010. Pengaruh Pemutusan Hubungan Kerja Terhadap Karyawan Perusahaan.        Jurnal Pendidikan Sosiologi dan Humaniora vol 1 no.1. Universitas tanjung pura.         Pontianak


Comments

Popular posts from this blog

Perbedaan Laporan Keuangan Koperasi Dengan Perusahaan Konvensional

PROMOSI DAN MUTASI